Skip to main content

canggung



Ternyata adanya jarak dan waktu yang mengisi kekosongan bisa menciptakan emosi yang dinamakan canggung. Aku sebenernya nggak tau sih, apakah canggung ini bisa dikategorikan sebagai bentuk emosi. Tapi ya, menurutku termasuk, karena melibatkan perasaan dan pemikiran. Hati dan otak turut serta dalam membentuk suasana ini.

Aku pernah punya teman-teman akrab. Akrab sekali. Sampai semua hal aku ceritakan. Sampai tidak ada hal yang terlewatkan untuk aku sampaikan. Akrab sekali sampai hampir selalu bersama. Tapi kemudian terpisah dan berakhir canggung ketika akhirnya bertemu kembali. Jarak yang membentang mengisi kekosongan dan muncullah rasa itu. Canggung.

Dulu, sih, inner circle.
Sekarang? 
Mohon maaf. あのう、すみませんが、今ちょっと…。


違うよ!Aku tidak menyalahkan jarak. Karena jarak sebenarnya tidak akan berarti jika diisi dengan komunikasi yang baik. Tapi aku tidak pandai menjaga komunikasi. Satu per satu teman akrab berakhir menjadi teman yang pernah akrab. Kalo lagi senggang aja baru inget. Kalo lagi butuh aja baru nanya. Kalo lagi sendiri aja baru ngajak bicara.  dll. dsb. dst.

Sahabat akhirnya menjadi teman baik.
Teman baik akhirnya menjadi teman lama.
Teman lama akhirnya menjadi teman.
Teman akhirnya menjadi kenalan.
Kenalan yang akhirnya lupa dan え?誰ですか?

Apalagi kalo yang nggak akrab. Hehe. Aku sih lebih milih pura-pura nggak lihat biar nggak ketahuan kalo udah lupa namanya siapa.



Kemaren waktu terpisah lama seakan-akan semua hal ingin aku ceritakan secara langsung. Aku gini lo, aku gitu lo, aku habis gini lo, aku mau gitu lo, bla bla bla. Tapi semuanya seakan hilang sewaktu sudah diberi kesempatan bertemu. Bingung. Bingung harus bicara dari mana.
Apa?
Aku harus bilang apa?
Hening aja.
Kan.
Canggung.

Kecanggungan ini membuat aku menyadari bahwa aku pikir aku benar-benar mengenalmu, ternyata semuanya baru permukaan. Ternyata aku tidak benar-benar mengenalmu. Berarti tidak bisa disebut teman akrab dong ya? Atau aku saja yang bodoh?

Akrab. Terpisah. Jarang berkomunikasi. Bertemu kembali. Melontarkan pertanyaan seperti 久しぶり、元気だった?今どう?大学は?彼足は?彼女は dan basa-basi nasi basi lainnya. Dilakukan semata-mata untuk mengisi kekosongan akibat jarak dan waktu.
Begitulah alur cerita ini.


Teman kecil, bertemu kembali, melihat betapa besarnya perubahan yang terjadi satu sama lain. Eh kamu dulu kurus kecil item dekil, sekarang jadi tinggi tegap ganteng gini ya. Eh kamu inget nggak dulu bla bla bla. Membahas masa lalu yang bahkan aku tidak bisa mengingatnya dengan benar. Memang benar teman kecil. Tapi sekarang aku sudah dewasa. Aku bukan seperti aku dulu. Ada rentang waktu dan jarak diantara kenangan masa lalu itu dengan masa kini.

Jangankan teman. Saudara pun demikian.
Sering terjadi ketika pertemuan keluarga besar. Tidak perlu diceritakan. Karena aku yakin kalian pun mengalaminya.

Tidak apa-apa. 本当に大丈夫だよ。
Memang semua ini ya tentang prioritas. Aku menerima kenyataan bahwa aku bukan lagi menjadi prioritas. Dan aku juga menerima kenyataan bahwa mereka bukan menjadi prioritas.

Comments

Popular posts from this blog

そして、生きる

di pagi buta ini aku kembali membaca tulisan yang aku buat pada bulan Desember tahun 2014. dimana Rangga bilang, aku adalah anak yang gigih, karena selalu melakukan sesuatu yang disukai dengan 1000% usaha. Rangga adalah awal.  Pemilik Nirmala adalah proses.  dan aku akan menentukan akhirnya. Philip Dormer Stanhope, Earl of Chesterfield once said,   "It's important to have the ability to distinguish between impossible and possible..." melepaskan dan merelakan bukan berarti kegagalan. melepaskan dan merelakan juga bagian dari belajar. keberanian memang dibutuhkan untuk tetap bertahan. hanya orang-orang gigih dan penuh tekad yang mampu bertahan. tapi keberanian juga dibutuhkan ketika merelakan dan bergerak maju.  tidak mudah untuk memutuskan mengambil satu dua langkah ke depan dari tempat awal bertahan. terutama ketika ada begitu banyak perjuangan dan usaha yang dikerahkan untuk sampai di tempat itu. ada kalanya kita harus menyadari kapan waktunya untuk bertahan dan kap...

untuk Dany di surga

ini sudah hampir seminggu setelah kepergianmu... takkan selamanya, tanganku mendekapmu. takkan selamanya, raga ini menjagamu. Seperti alunan detak jantungku, tak bertahan melawan waktu dan semua keindahan yang memudar atau cinta yang telah hilang... lagu ini.. lagu yang dimainin pas Kirana kemaren. Waktu semuanya belum berubah. Waktu aku masih bisa ngeliat kamu ketawa. You’re gone too soon dan... Rest In Peace Dany Candra Kurniawan.  “Mas Dany kecelakaan mbak pulang dari Kirana kemaren. Meninggal.....” DANY? Kamu beneran udah meninggal? Aku nggak percaya. Aku nggak mau percaya. Bilang kalo mereka semua bohong soal kamu Dan! Bilang ke aku itu semua cuma bohong! Kamu masih sehat kan? Kamu besok masuk sekolah kan? Kirana kemaren kamu masih ngobrol sama aku. Kamu masih minta difoto sama aku. Kok secepet ini? Aku nggak percaya. Aku belum mau percaya. Tolong bilang kalo semua ini bohong... Nanti nggak ada yang bilang, “aku kan kereeeen” lagi di kelas. Nggak...

pulang ke rumah

Rumah? Sebenernya apasih yang bisa disebut rumah itu. Bangunan beratap dengan kasur bantal dan guling di dalamnya? Atau apa? Sebenernya apa yang bisa dan layak aku sebut sebagai rumah? Kriteria apa yang memenuhi untuk kemudian bisa disebut rumah. Dan ketika aku bilang, “I wanna go home,” sebenernya ‘home’ seperti apa yang ingin aku tuju? Walaupun aku masih belum mampu menjawab pertanyaan yang aku ajukan sendiri, aku rasa tidak semua tempat bisa disebut rumah, dan tidak semua tempat akan terasa seperti rumah. Dan aku pikir, kalian juga setuju. Masafin bilang, aku selalu susah buat diajak kumpul, merapat menuju keramaian dan gelak tawa. Masafin bilang aku ngga pernah berubah. Selalu aja bermasalah setiap ada kumpul-kumpul. Dia bilang aku selalu malas bersosialisasi, aku tidak mau hidup di luar duniaku, aku tidak mau berinteraksi selain dengan duniaku. Aku juga tidak tahu. Tidak tahu mungkin memang bukan jawaban yang diinginkan ketika ada pertanyaan. Tapi sejauh ini, a...