Skip to main content

upgrading


Setiap orang mengalami fase-fase dimana dia akan menggunakan kilasan-kilasan masa lalunya untuk memperbaiki diri atau justru menjadikannya alasan untuk menjadi semakin buruk. Ada yang menyesali masa lalunya dan ada yang sangat berterima kasih akan itu.

Akupun demikian.



Memasuki semester yang penuh helaan nafas dan sambatan khas mahasiswa semester injury, aku telah banyak belajar bahwa ada kalanya apa yang telah kita lalui dan apa yang terlewati di masa lalu itu memang selayaknya terjadi untuk membentuk diri kita di masa ini.


Penyesalan tanpa arti yang hanya buang-buang waktu karena tidak berani menantang diri untuk mengambil jurusan idaman. Penyesalan karena kenapa tidak menyatakan cinta pada orang yang disukai. Penyesalan kenapa dulu begini kenapa dulu tidak begitu.

Sebagai seorang manusia pesimistik yang cukup optimistik, aku sering menghabiskan waktuku yang sangat berharga hanya untuk merenungi hal-hal yang belum sempat aku lakukan, atau belum mampu aku lakukan dengan baik, atau yang aku lakukan tapi mengecewakan. Karena aku adalah orang yang paling banyak berharap dan paling banyak mengecewakan.

Dan aku tidak pernah berubah.

Aku sangat berterima kasih kepada orang-orang yang memiliki kesabaran tinggi atas semua kekurangan dan ke-seadanya-ku ini.

Ketika aku mengeluh kenapa aku tidak cantik. Ya aku hanya mengeluh tanpa memperbaiki diriku. Sedangkan teman-teman seusiaku sudah pintar bersolek, memadu-madankan busana yang dikenakannya. Ketika aku mengeluh kenapa aku tidak diberi kesempatan untuk menjadi ketua suatu organisasi atau memegang suatu jabatan tertentu. Ya tentu saja karena aku selama ini aku tidak professional. Aku lemah, cenderung moody, mudah menangis, mudah mengeluh. Siapa pula yang mau dipimpin ketua yang modelnya seperti ini. Ketika aku mengeluh kenapa aku tidak juga lulus. Ya aku hanya mengeluh, sedangkan aku tidak berusaha dengan sangat maksimal untuk memperjuangkan itu. Dan ketika aku menyalin logbook penelitian, aku menjadi sangat sadar bahwa aku membuat satu tahunku menjadi sia-sia.

Terkadang aku merasa aku tidak diberi kesempatan untuk membuktikan diri bahwa aku pantas mendapatkan sesuatu hal.
Aku merasa aku dipandang sebelah mata.
Aku merasa aku direndahkan.

Padahal, aku juga ingin dijadikan rujukan untuk sesuatu hal.
Aku juga ingin menonjol dan jadi panutan.
Aku juga ingin bisa memamerkan kelebihanku.

Tapi…

Aku bukan tidak diberi kesempatan, ternyata.
Aku bukan dipandang sebelah mata, ternyata.
Aku bukan direndahkan, ternyata.

Aku saja yang tidak pantas untuk mendapatkan kesempatan itu. Spesifikasiku belum cukup. Aku belum memadai untuk jadi rujukan. Aku tidak punya pencapaian membanggakan yang bisa dijadikan panutan. Aku belum memiliki kelebihan yang bisa aku pamerkan. Aku hanya tidak ter-upgrade.

Entah kenapa aku tidak pernah bisa benar-benar berbangga atas diriku ini.
Jika aku sendiri tidak bangga atas diriku, lantas bagaimana bisa aku membuat kamu, kalian, juga mereka bisa bangga karena memiliki aku?

Comments

Popular posts from this blog

そして、生きる

di pagi buta ini aku kembali membaca tulisan yang aku buat pada bulan Desember tahun 2014. dimana Rangga bilang, aku adalah anak yang gigih, karena selalu melakukan sesuatu yang disukai dengan 1000% usaha. Rangga adalah awal.  Pemilik Nirmala adalah proses.  dan aku akan menentukan akhirnya. Philip Dormer Stanhope, Earl of Chesterfield once said,   "It's important to have the ability to distinguish between impossible and possible..." melepaskan dan merelakan bukan berarti kegagalan. melepaskan dan merelakan juga bagian dari belajar. keberanian memang dibutuhkan untuk tetap bertahan. hanya orang-orang gigih dan penuh tekad yang mampu bertahan. tapi keberanian juga dibutuhkan ketika merelakan dan bergerak maju.  tidak mudah untuk memutuskan mengambil satu dua langkah ke depan dari tempat awal bertahan. terutama ketika ada begitu banyak perjuangan dan usaha yang dikerahkan untuk sampai di tempat itu. ada kalanya kita harus menyadari kapan waktunya untuk bertahan dan kap...

Rangga Adriatmoko

Cause as long as you keep it as a secret, it’s gonna be okay... Aku melihatmu mengenakan kemeja bermotif kotak-kotak dengan perpaduan warna merah-hitam-putih, celana jeans hitam serta sepatu kets putih dan menenteng sebuah gitar listrik. Sepertinya, kamu sedang bersiap-siap untuk naik ke atas panggung.  Aku terpaku.  Ah, kamu tampak begitu tampan.  Kau tampaknya memang bukanlah sosok yang pantas untuk diabaikan. Dan aku, tak sedikitpun mengalihkan padanganku ke arah lain selain ke arahmu. Tak peduli seramai apa suasana disini, yang aku ingin hanyalah memandangmu.  Iya, cukup kamu. Tepuk tangan riuh mengakhiri penampilanmu yang memukau itu. Semua penonton bersorak-sorai meneriakkan namamu. Dari atas panggung itu, kulihat kamu tersenyum, tersenyum manis sekali. Aku menatapmu lama.  Pikiranku sepenuhnya tersedot oleh asa tentangmu.  Aku terhipnotis.  Kamu tahu, bagiku, tak ada yang lebih indah dibandingkan dengan ini. Bahkan hingga kamu meletakkan gitarm...