Cause as
long as you keep it as a secret, it’s gonna be okay...
Aku melihatmu mengenakan kemeja bermotif kotak-kotak dengan perpaduan warna merah-hitam-putih, celana jeans hitam serta sepatu kets putih dan menenteng sebuah gitar listrik. Sepertinya, kamu sedang bersiap-siap untuk naik ke atas panggung. Aku terpaku. Ah, kamu tampak begitu tampan. Kau tampaknya memang bukanlah sosok yang pantas untuk diabaikan. Dan aku, tak sedikitpun mengalihkan padanganku ke arah lain selain ke arahmu. Tak peduli seramai apa suasana disini, yang aku ingin hanyalah memandangmu. Iya, cukup kamu.
Aku melihatmu mengenakan kemeja bermotif kotak-kotak dengan perpaduan warna merah-hitam-putih, celana jeans hitam serta sepatu kets putih dan menenteng sebuah gitar listrik. Sepertinya, kamu sedang bersiap-siap untuk naik ke atas panggung. Aku terpaku. Ah, kamu tampak begitu tampan. Kau tampaknya memang bukanlah sosok yang pantas untuk diabaikan. Dan aku, tak sedikitpun mengalihkan padanganku ke arah lain selain ke arahmu. Tak peduli seramai apa suasana disini, yang aku ingin hanyalah memandangmu. Iya, cukup kamu.
Tepuk
tangan riuh mengakhiri penampilanmu yang memukau itu. Semua penonton
bersorak-sorai meneriakkan namamu. Dari atas panggung itu, kulihat
kamu tersenyum, tersenyum manis sekali. Aku menatapmu lama. Pikiranku
sepenuhnya tersedot oleh asa tentangmu. Aku terhipnotis. Kamu tahu,
bagiku, tak ada yang lebih indah dibandingkan dengan ini. Bahkan
hingga kamu meletakkan gitarmu dan turun dari panggung itu, tak
sedetikpun aku melepaskan pandanganku darimu. Bagiku, sosokmu selalu
sama, tenang dan berkharisma, seperti satu tahun lalu, saat aku
melihatmu berdiri di panggung itu untuk pertama kalinya.
***
Namanya
Rangga. Rangga Adriatmoko.
Laki-laki
yang aku lihat di acara Festival Band minggu lalu itu namanya Rangga
dan dia kakak kelasku.
Kau
tahu, dia terlalu populer untuk tidak diidolakan. Bagaimana tidak?
perhatikan saja, dia bukan hanya berpostur badan tinggi nan atletis,
berkulit putih, wajahnya tirus dan ada lesung di pipinya, tapi
otaknya juga brilian, dia tampan dan tentu saja, piawai sekali dalam
bermain gitar. Sempurna. Terlalu munafik jika aku bilang bahwa dia
tak ada bagus-bagusnya sama sekali. Karena pada kenyataannya, dia
lebih dari sekedar indah. Yah, mungkin hanya aku saja yang terlambat
menyadarinya.
Dan
sepertinya, bukan hanya aku saja yang merasakan ini. Laki-laki yang
sempurna seperti Rangga, mana mungkin tidak ada satupun perempuan
yang tidak menyukainya, iyakan?
Hmm.
Aku tidak hanya sekedar tahu tanggal lahirnya atau dimana alamat
rumahnya. Tapi aku juga tahu hewan apa yang dia pelihara. Aku tahu
genre musik kesukaannya. Aku bahkan hafal diluar kepala plat nomer
motornya. Aku juga tahu kalau dia anak dari seorang dokter gigi. Aku
tahu, aku tahu semuanya. Entah apa yang membuatku tiba-tiba mencari
tahu segala sesuatu tentangnya.
Rangga oh
Rangga. Rupanya, aku memang telah terpikat akan pesonanya.
***
Hei, I’m
your secret admirer!
Bolehkah?
Bolehkah aku menyebut diriku demikian, Rangga?
Aku
benar-benar menyukaimu. Aku memang tidak pernah peduli apakah kamu
juga menyukaiku. Tapi yang kutahu, pasti tidak. Iya, aku menyukaimu.
Entah sejak kapan, karena semuanya muncul begitu saja tanpa
peringatan. Dan tentu saja tidak ada yang tahu akan hal ini. Tidak
kamu, tidak juga teman-temanku.
Like two
doomed ships that pass in the storm, we had crossed each other’s
way, but we made no sign, we said no word, we had no word to say
–Oscar Wilde
Jantungku
sontak berhenti berdetak selama sepersekian detik ketika aku tahu
bahwa kamu berada tak jauh dari tempatku berdiri. Aku mungkin tak
berani menatapmu langsung dan berpura-pura sibuk melihat sekitarku.
Namun aku diam-diam memperhatikanmu, sesekali berharap kamu akan
menoleh ke arahku. Suaramu, gaya bicaramu, tawamu, ah, semua itu
mampu membuat rasa dingin menyelimutiku.
Aku
masih merasakan bau parfummu itu, masih terasa begitu melekat pada
indra penciumanku. Tidak, kamu tidak melemparkan senyuman kepadaku.
Tentu saja, karena kamu tidak mengenalku dan aku terlalu pengecut
untuk mengenalkan diri.
Yah,
mungkin aku hanya bisa seperti ini dan akan selalu seperti ini.
Karena aku sepenuhnya sadar akan kenyataan bahwa aku memang tak akan
bisa meraihmu. Kau terlalu tinggi bagiku. Terlalu jauh dan terlalu
tidak mungkin. Cukuplah dirimu sebagai mimpi. Sebuah bayangan yang
akan tetap jadi bayangan. Dan aku memilih untuk mencintai sebuah
bayangan yang tidak akan pernah menjadi nyata.
Jika
mencintaimu adalah kebodohan, bodoh selamanya pun aku tidak peduli.
***
Kamu
tahu, Rangga, pada akhirnya seorang secret
admirer sepertiku hanya bisa bersikap
realistis dan menerima, menerima bahwa kenyataan memang tak selalu
sejalan dengan apa yang kita inginkan.
Akankah
rasa ini sampai atau mungkin terabai? Ah. Cukuplah aku disini
menyukaimu dalam diam dan kamu tak perlu tahu itu..
Comments
Post a Comment