Skip to main content

Memori Putih Abu-Abu #3: Wonderful Night with ULET API

nah jadi, pas malem minggu kemaren, tepatnya pas tanggal 12 Januari 2013, anak-anak ULET API XI IPA 3 pada malem mingguan bareng di rumahnya Ardhi. yaa, Beta bilangnya sih kalo nggak ada yang boleh bawa pacar. huahahaha. yadeeeh, untungnya sih gue jomblo gitu. rada ngenes gitu deh, tapi gue bahagia. bareng ipa tiga tercintah mana mungkin gue nggak bahagia kan huehehe :D

dari 392 foto, akhirnya terpilihlah 36 foto yang layak untuk ditampilkan disini. maunya sih semuanya dimasukin, ya tapi kira kira dikit lah ya, masak tiga ratus sembilan puluh dua foto itu di posting semua -__-
ini dia yang punya rumah :D







ini asli bikin ngiler :3


ya jadi di rumah Ardhi itu rencananya kita mbakar jagung. dengan rincian tugas : beta yang bawa jagung sama mentega, haduud yang bawa bumbunya, Ardhi yang nyediain tempat sama segala macemnya. karena judulnya malem mingguan, ya pasti acaranya diadain malem-malem. bilangnya sih habis magrib until drop (mak koyok kirana), tapi anak-anak banyak yang dateng jam 8-an gara gara masih tanding futsal di elpa.



ya aku yang nggak tau rumahnya Ardhi dimana sempet nyasar gitu. malah salah rumah, tak pikir rumah yang banyak peda motor parkir di depannya itu rumahnya Ardhi, eh taunya itu peda motornya orang selametan dan itu bukan rumahnya Ardhi. salah aku nyasarnya di tempat yang serem banget. ya ternyata daerah sekitar rumahnya Ardhi itu banyak pohon-pohon sama sawah-sawahnya gitu, dan kalo malem jelas aja serem. Akhirnya aku sms Ardhi, ya timbang nyasarnya makin parah ya kan ya, pas aku nggak mbalek pas. ya lagian aku juga udah lupa jalan baleknya -___-
"dhi, rumahmu mana? aku nyasar -__-"
"kamu dimana nat?"
"aku nggak tau aku dimana TT"
yaiyalah aku nggak tau aku ada dimana, orang kanan kiri gelap begini. untungnya Ardhi sama Bayu berhasil menemukan saya. ujung-ujungnya aku diketawain sama mereka berdua, tapi nggak papa lah, yang penting selamat. Oh God, thanks, You save me!



suka deh sama halaman rumahnya Ardhi. luas dan bagus untuk acara beginian :D tamannya juga bagus buat foto-fotoan :P akwkwkwk




ya ternyata ngebuat arang biar ada bara apinya biar bisa mbuat mbakar jagung itu susah. entah karena arang-nya yang cacat, atau faktor angin di rumah Ardhi yang lumayan kenceng, atau emang karena lagi gerimis dikit-dikit atau emang karena kitanya aja yang kurang profesional? 


ini gaya-nya ardhi setelah berhasil  bikin arengnya ada bara apinya


beruang kutub :D awakwk lol

bibirnya kaya lipstik-kan. jadinya kaya banci wkkwk lol


raine jakik LOL amat wakakak


to(lol) leeee awkwkwk


pengennya foto sambil lompat gitu biar keren,
tapi jadinya kok kaya homo yang mau pelukan yah? -____-
bahahaha kaya boyband -_-
lompatannya ardhi tinggi beut euy!


mbakar jagung itu.....biuh sumuk parah. sebadan ini bau asep semua. tapi, asooooy :D

ini foto kakiknya haduud kok horror gitu ya.
sandalnya kaya begitu, kakinya juga penuh bulu gitu. 




mer? lapo kon mer?
ini jagung bakarnya udah jadi.
bumbunya beta yang ngoplos dari bumbu balado, aer sama  sambel bubuk

yaampun ini anak orang mukanya fotogenik banget ya -__-

meskipun pulangnya mualeeeeem banget. ya sebenernya sering sering kaya gini ya enak juga sih. nyenengno. biar makin banyak waktu yang dihabisin bareng. makin solid makin kompak. makin sayang ipa tiga.. :) thanks ulet api :)
pankapan bakar bakar lagi ayo rek :D

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

ingin berhenti

Tulisan pertama di tahun 2020 berisikan tentang luapan amarah yang tidak pernah tersampaikan kepada yang bersangkutan, tentang harapan yang entah kapan akan terwujudkan, tentang keputusasaan dan ketidakpercayaan diri yang terakumulasi dengan sangat baik. Aku marah kepada dunia. Aku marah kepada diriku sendiri. Kenapa sih manusia selalu SARA. Lemah lalu menyalahkan gender. Umur lantas menentukan bagaimana bersikap. Dan lain-lain.. Kalau lemah, ya lemah aja. Jangan bawa-bawa “aku kan cewek” untuk membenarkan ketidakberdayaan. Kalau memang enggan, ya bilang tidak mau, jangan bawa-bawa “bukan umurku melakukan ini”. Kalau tidak tahu diri, ya jangan bawa-bawa “aku sudah tua, kamu harus menghormati dan menurutiku. Aku berhak memerintahmu” untuk membenarkan kesemena-menaan. Kalau tidak tahu malu, ya jangan bawa-bawa "Aku kan bukan orang jawa" untuk memenuhi keegoisan. Ada batasannya. Garis batas yang begitu tipis.

2020: Penutup

Everyone carries their own burdens. Aku pikir bukan hanya aku, tapi semua orang juga merasakan, bahwa tahun ini adalah tahun yang cukup sulit. Setiap orang berusaha sangat keras dengan kemampuannya masing-masing untuk tetap hidup dan bernafas.  Aku ingin bercerita. Membagi kisah. Membagi beban. Tapi aku pikir aku tidak pantas mengeluh pada orang lain ketika orang lain juga memiliki kisah dan beban. Aku mencoba menahan diri agar tidak mengeluh, karena semua orang juga memiliki keluhannya masing-masing, bahkan lebih berat daripada milikku.  Aku pikir aku adalah orang yang mampu bertahan dengan sangat baik. Aku pikir aku adalah orang yang cukup lihai untuk beradaptasi dengan keadaan sulit. Aku pikir aku akan baik-baik saja. Ternyata tidak. Aku tidak baik-baik saja. Cukup banyak aku menangis, sampai kering air mataku. Aku pikir setelah tangisanku berhenti, aku akan kembali baik-baik saja.  Tapi ternyata tidak.  Aku sudah berteriak penuh amarah, sampai kering tenggorokank...

no, you're not alone

The problem is you wanna be alone, but you don’t wanna be lonely. Ada saat-saat dimana aku ingin menarik diri dari kehidupan sosial yang penuh dengan kepalsuan, lalu memilih menghabiskan waktu seorang diri. Bersenang-senang dengan dunia fantasiku sendiri lebih membahagiakan daripada harus mengenakan topeng dan berpura-pura ramah kepada semua orang. Tetapi di saat itu pula aku ingin ada seseorang yang mendekatiku dan bertanya, “ada apa?” “kamu kenapa? Sini cerita” kepadaku yang skeptis dan overthinker ini. Tentu saja aku tidak akan langsung serta-merta menceritakan semua yang mengganggu dan memenuhi pikiranku. Tentu saja pula aku akan menjawab “aku tidak apa-apa” kepada seseorang yang telah merelakan detik berharganya untuk bertanya bagaimana keadaanku. Ketika sekolah menengah pertama, aku mengenal seseorang. Selama tiga tahun berturut-turut kami ada di kelas yang sama. Aku bahkan menangis haru ketika upacara pelantikannya sebagai ketua OSIS saat...