Ceritanya aku habis selesai nonton drama korea. Drama comeback Jang Kiyong setelah wajib militer.
Drama 12 episode tentang satu keluarga yang punya kekuatan super, yang walaupun kekuatan yang mereka miliki nggak bikin mereka jadi superhero karena mereka merahasiakannya dan cuman menggunakan kekuatannya buat kepentingannya pribadi, bukan untuk kepentingan orang banyak. Judulnya the atypical family (히어로는 아닙니다만), tayang di netflix.
Di dalam drama ini, Kiyong dapet peran jadi Gwijoo, duda ganteng anak satu, yang walaupun pengangguran tapi kaya raya. Gwijoo punya kekuatan untuk time-slip ke masa lalu, ke masa-masa dimana dia merasa bahagia. Tapi, dia cuman bisa jadi penonton. Ngga bisa nyentuh apapun, ngga bisa dilihat siapapun, jadi nggak bisa mengintervensi apapun di timeline itu. Dunia yang dia kunjungi hitam-putih. Hanya dia yang berwarna. Such a useless superpower, he thought, makanya ketika dewasa dia jadi seorang pemadam kebakaran (walaupun ga berlangsung lama) saking pengennya jadi orang yang bermanfaat bagi sekitarnya.
Karena suatu kejadian, Gwijoo yang aktif ekspresif dan ceria berubah jadi peminum berat dan depresi, yang otomatis bikin dia nggak bisa balik ke masa lalu karena dia ngerasa sudah tidak ada hal-hal membahagiakan di masa lalu buat dia. Tapi dia kemudian dia ketemu cewek, yang secara misterius memiliki warna, yang nggak tau kenapa tapi hanya dia yang bisa melihat dan menyentuh Gwijoo. Kehadiran cewek ini ngasih secercah harapan ke Gwijoo yang putus asa ingin kembali ke suatu kejadian di masa lalu dan merubahnya.
Dari situ aku jadi melontarkan pertanyaan kepada diriku sendiri.
Jika aku diberi kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan merubahnya, ke masa mana aku ingin kembali dan apa yang ingin aku ubah.
Setelah cukup lama berpikir, aku memutuskan tidak ada.
Mungkin tidak bisa dielakkan, there were moments when I could not help but feel extremely frustrated, miserably depressed, mortified, terribly despaired, embarrassed, and horribly ashamed. When I felt like I wasted my time with the wrong people or in the wrong places. When I failed to protect someone, something I loved and lost them. Those moments made me think, if I could turn back the time and change everything, would everything be all right?
Will we be ok?
Tapi ya, kamu mungkin juga merasakannya. Momen-momen menyakitkan itu seakan-akan menarikmu kembali masa lalu. Memaksamu kembali ke momen itu. Memerangkapmu. Tapi sama seperti Gwijoo, kamu hanya bisa melihat dirimu melakukan hal bodoh menyedihkan yang sama. Melihat dirimu membuat pilihan yang sama. Lagi. Lagi. Lagi. Membuatmu begitu frustasi karena terus-menerus terbayang, teringat akan masa-masa itu. Everytime you closed your eyes you found yourself look at your old self did the same stupid things over and over again, but you just stood there could not do anything to prevent them or stop them to happened.
We couldn't escape from those nightmares. We desperately tried to but failed. Makanya ada yang namanya trauma. Depresi. Dan seterusnya. Dan lain-lain. Rasa sakit memang cenderung untuk bertahan lama.... Until now, I have wondered why those nightmares tend to remain in our memories compared to beautiful, sweet, and happy moments.
가끔 이런 생각이 들었거든....
도대체 그땐 왜 그랬을까??
만약 그땐 안그랬으면 우리 좀 딸랐을까??
지금보다 행복했을까??
Lagi, kemudian aku berkotempelasi.
Bertanya lagi kepada diriku sendiri.
Dan menjawabnya sendiri.
Do I really need to go back in time to change it?
Ada banyak hal sebenernya yang aku sesali like, why the hell I did that?
Kenapa aku ngelakuin itu.
Kenapa aku nggak ngelakuin itu?
Harusnya aku begini.
Harusnya aku begitu.
Harusnya jangan begini.
Harusnya jangan begitu.
Dan lain-lain.
Dan seterusnya.
Alias nggak akan ada habisnya.
Penyesalan-penyesalan yang aku punya tidak sampai membuatku ingin mengubahnya dengan membuat keputusan yang berbeda.
Penyesalan-penyesalan yang aku punya membuatku ingin "berdamai" dengan masa-masa itu.
Walaupun entah apa bisa... karena aku masih saja suka melarikan diri dari masalah, bukannya malah menghadapinya.
Seandainya aku kembali ke masa lalu, mempertimbangkan aku yang overthinker tapi ceroboh tidak sabaran dan impulsive, besar kemungkinannya aku akan memilih melakukan hal yang sama. Aku akan kembali tergila-gila pada Rangga, menyukainya secara bar-bar dan ugal-ugalan, misalnya. Atau akan kembali kelayapan sampai pagi sama anak-anak IKPMJ. Atau akan kembali mengiyakan ajakan berpacaran masafin. Atau akan tetap diam-diam datang ke festival kampus Ko-chan hanya demi melihatnya berjualan yakisoba bersama teman-temen clubnya.
Tapi ada saat-saat, dimana aku berpikir, seadainya aku melakukan hal yang berbeda, belum tentu aku akan ada di tempatku saat ini.
Misalnya saja, di hari dimana seharusnya aku mengumpulkan judul tesis, Sensei berpendapat data penelitianku kurang mencukupi untuk dijadikan bahan menulis tesis dan menyarankan untuk memperpanjang masa studi 1 semester. Karena pandemi, aku yang harusnya tiba di Jepang musim gugur jadi harus mundur hingga musim semi, membuatku kehilangan 1 semester waktu berharga yang seharusnya bisa digunakan untuk penelitian. Menurut Sensei, jenjang master setidaknya perlu 2 tahun untuk mendapatkan data yang "bagus". Saat itu aku menangis. Merasa sangat bodoh sampai-sampai di jenjang Master pun aku harus extend masa studi.
Tapi kemudian aku bersyukur dengan keputusan untuk extend masa studi.
Seandainya tidak, aku mungkin tidak akan menyukai Ko-chan. Aku mungkin tidak akan diundang ke grup line "sushiro dream-team". Berkat Ko-chan, aku mulai mencair dan membuka diri pada sekitarku. Teman-temanku bilang, Ko-chan membuatku terlihat lebih bahagia dan "hidup". Sesuai dengan arti namanya, keberadaan Ko-chan seperti cahaya. Bukan saja hanya untukku, tapi juga untuk orang-orang di sekitarnya.
Aku mungkin juga tidak akan bisa bergabung sebagai member Japanese Society of Microbial Ecology dan menjadi salah satu wakil Jepang di International Conference.
Tidak akan akrab dengan Fujii. Tidak akan pergi makan bersama. Tidak akan sekedar bengong di taman lihat bunga-bunga sakura yang mekar sambil nyemil karaage.
Tidak akan merasakan sidang tesis terbuka dan wisuda bersama dengan mahasiswa-mahasiswa pribumi Jepang, karena biasanya mahasiswa Internasional lulus musim gugur bukan musim semi seperti mahasiswa pribumi umumnya.
Tidak akan menangis saking merinding dan bahagianya bisa nonton konser NCT Dream di venue sebesar Tokyo Dome.
Tidak akan dapat kesempatan magang di pusat penelitian perusahaan makanan kenalan Sensei.
Dan lain-lain.
Dan seterusnya.
Seandainya saja aku tidak memperpanjang masa studiku? Apakah aku akan menulis tulisan ini sekarang? Ada dimanakah aku dan apa yang aku lakukan? Tidak tahu. Tidak ada yang tahu.
Jadi kalau ditanya sekali lagi, maukah kembali ke masa lalu untuk merubahnya?
I appreciate the offer, but no, thank you.
Ada yang bilang everything happened for a reason, kalau dipikir-pikir ya ada benarnya juga.
지금까지 했던 우리 선택을 절대 부정하 지 마
멈추지 말고 계속 선택해, 미래를 바꿀 수 없으면 그다음 미래를 만들면 돼
나쁜 꿈에 지지 말고 꼭 미래를 밝혀줘
라고 복귀주가 도다해한테 말했다 과거에 돌아오기 전에
Comments
Post a Comment