Skip to main content

bernafas sejenak

Am I really the only one who's been wanting to hide out from the sun and run?





子供のころ、大きくなったら大学に行って、普通に卒業して、普通に仕事して、二十五ぐらい結婚するかなあと思ってた。なのに今私は..........

Dalam keheningan, aku selalu berpikir mengapa aku selalu hidup dengan cara yang menyedihkan. Tidak berani berkata tidak untuk hal yang tidak diinginkan. Tapi tidak pula berani mengiyakan sesuatu yang sangat diharapkan. Aku, seandainya diberi kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan mengubahnya, aku ingin mengatakan pada diriku di masa lalu untuk berhenti melarikan diri dan bersembunyi. Aku ingin mengatakan pada kedua orangtuaku, I’m sorry mom, dad, I’m not a good girl. I don’t deserve to be loved.

Tidak harus berzodiak Taurus untuk menjadi seorang keras kepala. Tidak harus bergolongan darah O untuk menjadi seorang yang ramah dan supel. Iri. Pendengki. Egois. Anti-kritik. Ambisius. Menyedihkan. Manusia pada dasarnya memiliki sifat yang sama namun dengan proporsi yang berbeda tergantung dengan lingkungan tempatnya dibesarkan. Aku percaya bahwa sifat dasar manusia adalah keburukan dan kejelekan. Tapi tidak semuanya terekspresi dengan baik. Kita berbicara tentang genetik. Dominan dan Resesif.

Kamu tidak setuju?
Aku tidak peduli.


Cita-citaku sebenarnya sangat sederhana. Menjadi orang kaya atau menikah dengan orang kaya. Tapi menjadi orang kaya sangat sulit untuk dicapai. Dan menikah masih menjadi hal yang sangat menakutkan untuk dilakukan.

Semasa SD, aku mempunyai seorang teman. Sebenarnya kami tidak begitu dekat, dan aku bukan tipe orang yang suka mendekatkan diri dengan orang lain. Singkat cerita tiba-tiba dia pindah sekolah dan mengucapkan salam perpisahan kepada kami semua. Dan aku, entah apa yang aku pikirkan saat itu, aku menulis puisi perpisahan dan menangis di bawah meja, menolak menemuinya. Hei bodoh! Apa yang aku lakukan saat itu? Mencari perhatian????

Semasa SMP, aku mempunyai seorang teman. Aku lupa bagaimana kami bisa saling mengenal saat itu. Secara kebetulan kami masuk klub ekstrakulikuler yang sama. Melukis. Pertama kali aku mengenalnya saat itu, kesan pertama yang aku rasakan adalah, wah gambarnya bagus sekali, orangnya juga kalem dan pendiam. Kemudian aku tanpa aku sadari aku menjadi seorang copycat. Aku ingin mendapatkan pujian sebagaimana orang-orang memujinya. Aku ingin menggambar sebagus bagaimana dia menggambarkan isi pikirannya ke dalam kertas. Aku ingin menulis semenarik sebagaimana dia menuliskan serangga dalam otaknya. Aku ingin bisa menyunting foto seestetik sebagaimana dia memotret potongan pemandangan di sekitarnya. Lama-kelamaan aku bukan apa-apa melainkan seorang peniru belaka. Aku berpikir, jika dia bisa, maka aku pasti bisa. Seseorang tanpa bakat yang berusaha mati-matian mendapatkan perhatian dari sekitarnya dengan menjadi seorang peniru. Bodoh! Apa yang aku lakukan saat itu???

Saat SMA, ternyata kami masih berteman, karena (lagi) masuk ke sekolah yang sama. Saat itu sama seperti saat kami SMP. Semua perhatian masih tertuju kepadanya dan aku tidak tau apa lagi yang harus aku tiru karena rasanya semua sudah pernah aku tiru tapi perhatian itu tidak pernah berhasil aku dapatkan. Dia selalu satu langkah di depanku. Bersinar. Menyisakan bayang-bayang –tempatku berada. Aku ingin membencinya tapi aku tidak bisa. Dan aku benci diri sendiri saat itu. Dan tentu saja hingga saat ini.

Aku iri dengan pencapaian dan prestasi orang lain. Tapi aku bahkan tidak mengambil langkah untuk memenuhi pencapaian dan prestasiku sendiri.

Aku percaya manusia memiliki jalan yang berbeda-beda. Mungkin satu sama lain bisa saja berada di titik awal yang sama, tapi tidak dengan titik akhirnya. Ada tikungan, turunan dan tanjakan tajam yang menghadang selama menuju titik akhir. Aku sudah sangat paham itu, tapi entah, rasa iri, malu, tidak percaya diri selalu mengikuti. Aku tidak bisa menghindarinya. Karena perasaan adalah hal yang tidak bisa kita perintahkan untuk berhenti.

Aku selalu memainkan peran victim-player. Menyalahkan orangtuaku yang tidak pernah mengapresiasi pencapaianku. Atau berkata aku tidak bisa mengekspresikan diri dengan baik karena didikan keras orangtuaku ketika aku kecil. Atau berkata aku kurang perhatian karena kedua orangtuaku sibuk. Atau berkata aku kurang bergaul karena orangtuaku yang posesif. Atau berkata aku suka bersembunyi dan melarikan diri karena ibuku juga seperti itu. Atau berkata aku penakut karena ayahku orangnya keras dan pemarah. Atau berkata aku manja karena aku tidak pernah dimanjakan.

Tidak.

Aku menjadi sedemikian menjijikkan dan menyedihkan karena aku sendiri yang terus-menerus mendikte diriku bahwa aku adalah orang yang menjijikkan dan menyedihkan.


Aku selalu berkata aku ingin bernafas dan mencari udara kebebasan. Tapi pada kenyataannya akulah yang mengukung diriku sendiri dalam kegelapan dan kesesakan. Dan bodohnya aku, aku bahkan tidak berusaha untuk mencari cara untuk melepaskan diri. Terlalu nyaman dengan ketidaknyamanan, sebuah retorika di pertengahan tahun 2020 ini, di tahun-tahun menuju genap seperempat abad umurku di dunia ini.





Ah.
Sedari tadi ternyata aku menulis sisi burukku disini ya. Jika kamu membaca ini kemudian ingin berhenti berteman, berhenti mengenalku, tidak apa-apa. I’m gonna accept all of it, cause I deserve it.

Comments

Popular posts from this blog

canggung

Ternyata adanya jarak dan waktu yang mengisi kekosongan bisa menciptakan emosi yang dinamakan canggung. Aku sebenernya nggak tau sih, apakah canggung ini bisa dikategorikan sebagai bentuk emosi. Tapi ya, menurutku termasuk, karena melibatkan perasaan dan pemikiran. Hati dan otak turut serta dalam membentuk suasana ini. Aku pernah punya teman-teman akrab. Akrab sekali. Sampai semua hal aku ceritakan. Sampai tidak ada hal yang terlewatkan untuk aku sampaikan. Akrab sekali sampai hampir selalu bersama. Tapi kemudian terpisah dan berakhir canggung ketika akhirnya bertemu kembali. Jarak yang membentang mengisi kekosongan dan muncullah rasa itu. Canggung. Dulu, sih, inner circle. Sekarang?  Mohon maaf. あのう、すみませんが、今ちょっと…。 違うよ! Aku tidak menyalahkan jarak. Karena jarak sebenarnya tidak akan berarti jika diisi dengan komunikasi yang baik. Tapi aku tidak pandai menjaga komunikasi. Satu per satu teman akrab berakhir menjadi teman yang pernah akrab. Kalo lagi senggang aja bar...

semua akan ada waktunya

When you feel exhausted, don't hold back, it's okay to be down -orange- Sedang musimnya tertekan dan depresi melihat teman-teman seangkatan satu per satu mulai menyelesaikan kewajibannya di kampus. Sedang musimnya iri melihat raut bahagia teman-teman yang berhasil menanggalkan status mahasiswanya. Sedang musimnya mengeluh dan sambat karena penelitian dan skripsi belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Sedang musimnya muak akan pertanyaan "semester berapa" "kapan sidang" "kapan wisuda"

Rangga Adriatmoko

Cause as long as you keep it as a secret, it’s gonna be okay... Aku melihatmu mengenakan kemeja bermotif kotak-kotak dengan perpaduan warna merah-hitam-putih, celana jeans hitam serta sepatu kets putih dan menenteng sebuah gitar listrik. Sepertinya, kamu sedang bersiap-siap untuk naik ke atas panggung.  Aku terpaku.  Ah, kamu tampak begitu tampan.  Kau tampaknya memang bukanlah sosok yang pantas untuk diabaikan. Dan aku, tak sedikitpun mengalihkan padanganku ke arah lain selain ke arahmu. Tak peduli seramai apa suasana disini, yang aku ingin hanyalah memandangmu.  Iya, cukup kamu. Tepuk tangan riuh mengakhiri penampilanmu yang memukau itu. Semua penonton bersorak-sorai meneriakkan namamu. Dari atas panggung itu, kulihat kamu tersenyum, tersenyum manis sekali. Aku menatapmu lama.  Pikiranku sepenuhnya tersedot oleh asa tentangmu.  Aku terhipnotis.  Kamu tahu, bagiku, tak ada yang lebih indah dibandingkan dengan ini. Bahkan hingga kamu meletakkan gitarm...