Tulisan pertama di tahun
2020 berisikan tentang luapan amarah yang tidak pernah tersampaikan kepada yang
bersangkutan, tentang harapan yang entah kapan akan terwujudkan, tentang
keputusasaan dan ketidakpercayaan diri yang terakumulasi dengan sangat baik.
Aku marah kepada dunia. Aku
marah kepada diriku sendiri.
Kenapa sih manusia selalu
SARA.
Lemah lalu menyalahkan
gender.
Umur lantas menentukan
bagaimana bersikap.
Dan lain-lain..
Kalau lemah, ya lemah
aja. Jangan bawa-bawa “aku kan cewek” untuk membenarkan ketidakberdayaan. Kalau
memang enggan, ya bilang tidak mau, jangan bawa-bawa “bukan umurku melakukan
ini”. Kalau tidak tahu diri, ya jangan bawa-bawa “aku sudah tua, kamu harus menghormati
dan menurutiku. Aku berhak memerintahmu” untuk membenarkan kesemena-menaan. Kalau tidak tahu malu, ya jangan bawa-bawa "Aku kan bukan orang jawa" untuk memenuhi keegoisan.
Ada batasannya. Garis batas
yang begitu tipis.
Aku pernah berjanji aku
akan berhenti menarik diri dari kehidupan sosial. Aku pernah berjanji akan
mencoba terbuka dan bercerita, mengalirkan semua sedih dan amarah, menyebarkan
suka dan kebahagiaan.
Tapi sepertinya aku
kesulitan… dan semakin mencoba aku menjadi semakin kesulitan.
Kemudian timbullah
pertanyaan-pertanyaan konyol.
Bahagia itu apa?
Bagaimana rasanya?
Kenapa aku hampa?
Sedih itu apa?
Bagaimana rasanya?
Kenapa aku lupa?
Cinta itu apa?
Bagaimana rasanya?
Kenapa aku tidak bisa
merasakannya?
Perasaanku menjadi bias.
Aku tidak bisa membedakan.
Aku mudah tertawa dan
menangis, sesederhana dengan melihat dan membuat hiburan yang sebenarnya tidak
begitu lucu dan tidak begitu sedih. Aku menemukan duniaku sendiri dan aku
mengunci diriku di dalamnya. Begitu nyamannya sampai aku tidak membiarkan
siapapun untuk masuk. Mengetuk pintupun tidak aku izinkan.
Aku bukan orang yang
introvert. Tapi aku juga bukan orang yang benar-benar ekstrovert. Aku ambivert.
Menyesuaikan diri sesuai dengan lingkungan dimana aku berada. Bukan bermuka
dua, tapi seni bermain peran. Di dunia ini, begitulah kehidupan. Cara bertahan
hidup, kalau kata orang.
Aku terus menerus
merasakan kesendirian. merasa semakin rendahan, merasa semakin tidak aman…
Keberadaanku memang
tidak ada artinya. Ada ataupun tidak ada. Tidak akan ada yang mempedulikan.
Bertingkah seperti anak
kecil, merengek manja adalah salah satu caraku untuk mencari secercah perhatian
darimu. Mungkin menurutmu itu adalah cara yang bodoh dan semaunya sendiri. Aku
memang lambat berpikir dan sulit menangkap sesuatu dengan cepat. Mungkin menurutmu
aku tolol dan tidak pernah belajar dari kesalahan.
Kenapa aku terus menerus
mengecewakan. Sering pula aku bertanya, apa ada sisi dari aku yang membuat
orang-orang di sekitarku bangga mengenalku, bangga memilikiku… sering pula aku
berpikir, aah, sepertinya dia malu atas diriku.
Berat sekali hatiku
setiap memikirkan ini. Iya, bukanlah sesuatu yang penting. Dan mereka
berkali-kali berkata berhenti memikirkan sesuatu yang tidak penting dan tidak
jelas.
Iya aku ingin berhenti.
Tapi bagaimana aku bisa berhenti jika kamu, jika kalian bahkan….
ah sudahlah.
Mungkin iya memang aku
yang salah.
Mungkin aku harus
belajar memaafkan dan mencintai diri sendiri.
Tapi…
Bukan hanya aku yang
terus menerus dituntut untuk berubah.
Kamu.
Kalian semua.
Pun juga harus berubah.
Comments
Post a Comment