Skip to main content

Lost in Japan: Gundam Square!

Karena aku adalah orang yang tidak tahan dibatas-batasi, aliasnya selalu melanggar larangan yang telah dititahkan, maka telah diputuskan bagaimanapun caranya aku akan tetap pergi ke Osaka.

Setelah tanggal 20 Agustus 2018 malam, aku rencanakan matang-matang rencana perjalananku ke Osaka, esok paginya sekitar jam 8 pagi waktu Jepang, aku berangkat dari apartemen menuju halte Shugakuinmichi menuju Shijokawaramachi dengan bus nomer 5. Masih pagi, daerah Kawaramachi yang biasanya macet masih terlihat sepi. Pertokoan pun belum buka. Dari Shijokawaramachi, aku berjalan kaki 5 menit menuju Kawaramachi Eki, stasiun milik Hankyu. Dari sana naik kereta semi ekspres Hankyu-Kyoto Line tujuan Hankyu Umeda dan turun di Minami-Ibaraki Eki. Dari Minami-Ibaraki, pindah jalur untuk naik Osaka Monorail tujuan Osaka Airport dan turun di Bampaku-kinen-koen Eki. Ini adalah pengalaman pertama naik monorail. Nervous tapi tetap berusaha stay cool. Berkali-kali mengecek jadwal kedatangan dan keberangkatan serta tujuan supaya ngga nyasar. Itu adalah kebiasaanku jika sedang nervous dan anxious.


Sekali lagi, saat-saat seperti ini punya ICOCA adalah suatu anugerah yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Aku hanya perlu mengisi ulang saldo ICOCA dan tapping kartu di pintu masuk stasiun tanpa perlu bersusah payah mengantri dan membaca aksara kanji. ICOCAがあった、よかった。ほんとに助かった

Kemanakah aku akan pergi?
Jeng jreng jreng.

Gundam Square!!!!







Gundam Square terletak di Kompleks Expocity Mall, Suita-shi, Prefektur Osaka. Expocity ini semacam kompleks taman hiburan, ada bioskop, mall, food court dan taman hiburan yang ada Ferris Wheel yang rumornya merupakan bianglala tertinggi se-Jepang raya (oh iya, untuk sekali naik, tiket biasa (bukan VIP) harganya ¥1000). Expocity letaknya sangat dekat dengan Bampaku-kinen-koen Eki, jalan kaki hanya butuh sekitar 5 menit.


Turun dari monorail, segera disuguhi penampakan Redhorse Osaka Ferris Wheel dan terlihat juga statue Gundam RX-78-2 yang sedang bertarung dengan Char’s Zaku II di kejauhan. Aku bukan penggemar gundam, tapi melihat statue itu aku dibuat ternganga juga. かっこすぎ!!!
Ladies and gentlemen, aku sudah tiba di O s a k a !@##$^%%&^*&^*(&(*)(*!

Aku tiba sekitar jam 10 kurang waktu Jepang. Gundam Square belum buka. Sambil menunggu, aku mejeng-mejeng sedikit di depan statue, ambil foto untuk dipamerkan ke penggemar gundam yang belum mendapatkan kesempatan untuk menginjakkan kaki di tanah suci Gundamer.

Musim panas memang nggak bisa diajak main-main panasnya. Maka mengademlah di gedung bioskop di sebelah Gundam Square. Sambil sekalian melihat-lihat film apa yang mungkin bisa ditonton. Waktu itu lagi film-film lokal jepang, setelah berkali-kali mikir dan hitung-hitungan, selain harganya mahal (berkali-kali lipat harga tiket di Indonesia) dan tentu saja pakai bahasa Jepang, daripada nonton dan ngga ngerti, lebih baik uangnya dialokasikan untuk hal yang lebih berguna.

Begitu Gundam Square buka, aku masuk dan berkeliling. Didalamnya tidak hanya menjual aksesori dan berbagai berhala-berhala gundam berbagai jenis, tapi juga ada cafenya. Menjual pula makanan-makanan siap saji yang berlabel Gundam. Pokoknya semuanya gundam. Setelah beli beberapa titipan, aku berkeliling Lalaport untuk mencari majalah edisi khusus Yamazaki Kento.

   

Di Lalaport, terdapat Prayer Room di Lantai 2. Untuk masuk ke dalamnya, menggunakan password 0821 (kalau belum diganti petugasnya), atau bisa bertanya ke resepsionis, nanti akan diberi brosur berisi cara menggunakan Prayer Room. 

Setelah berkeliling Lalaport, perut mulai meronta meminta makan. Sebenernya masih tahan aja kalo makannya ditunda menunggu sampai rumah. Tapi kapan lagi? Lalaport terdapat buku guide dan peta se Expocity. Aku menentukan akan makan di Soba Dining setelah melihat restoran apa saja yang ada di food court. 

Agak mengalami kesulitan karena untuk makan siang, harus mengantri dan mengisi daftar antrian di sebuah touchscreen di depan restoran. ah, seadainya ada pilihan dalam bahasa inggris, pikirku saat itu. Sebenarnya ada KFC di dekat situ, tapi masak udah jauh-jauh sampai Jepang, makannya KFC wkwkwk.

Setelah menunggu sekitar 15 menit, dipanggillah masuk ke dalam restoran dan ditunjukkan meja yang harus ditempati. Aku memesan paket soba yang isinya Tenju (てん樹) dan Soba porsi besar seharga ¥1000 (belum pajak). Tenju adalah nasi yang dimakan bersama tempura dan saus khusus. Sebenarnya makan soba sudah sangat kenyang, kenapa pula masih dipaketkan dengan Tenju. Tapi karena enak, perutku masih kuat-kuat aja untuk menampung. Pelayan juga siap sedia mengisi Ocha, seperti tidak membiarkan gelas ochaku kosong. Aku juga diberi segelas cairan putih, yang mencurigakan tentu saja tidak berani aku minum walaupun pelayannya dengan penuh senyum menyilahkan aku minum, yang sampai detik aku menulis ini aku tidak tau itu apa. 

 

Sekitar pukul 2 siang waktu Jepang, aku memutuskan kembali ke Kyoto. Singkat dan sebentar sekali perjalanan ini, tapi menghabiskan uang sekitar ¥15.000 atau sekitar hampir 2 juta rupiah.

Perjalanan pulang kembali ke Bampaku-kinen-koen Eki. Naik monorail tujuan Kadomashi dan turun di Minami-Ibaraki Eki. Lalu naik Hankyu-Kyoto Line tujuan Kawaramachi dan turun di Kawaramachi Eki. Seharusnya berjalan kaki kembali ke Shijokawaramachi seperti keberangkatan, tapi kesasar T_T aku salah arah dan entah ada di Kawaramachi bagian mana. Akhirnya naik bis kota nomer berapapun asalkan sampai Kyoto Eki. Dari Kyoto Eki naik bus tujuan Kokusai Kaikan, dan turun Shugakuinmichi. dan ketiduran di bis yang adem.

Terima kasih Osaka atas kenikmatan sesaatnya. また今度会う行くね

Comments

Popular posts from this blog

ingin berhenti

Tulisan pertama di tahun 2020 berisikan tentang luapan amarah yang tidak pernah tersampaikan kepada yang bersangkutan, tentang harapan yang entah kapan akan terwujudkan, tentang keputusasaan dan ketidakpercayaan diri yang terakumulasi dengan sangat baik. Aku marah kepada dunia. Aku marah kepada diriku sendiri. Kenapa sih manusia selalu SARA. Lemah lalu menyalahkan gender. Umur lantas menentukan bagaimana bersikap. Dan lain-lain.. Kalau lemah, ya lemah aja. Jangan bawa-bawa “aku kan cewek” untuk membenarkan ketidakberdayaan. Kalau memang enggan, ya bilang tidak mau, jangan bawa-bawa “bukan umurku melakukan ini”. Kalau tidak tahu diri, ya jangan bawa-bawa “aku sudah tua, kamu harus menghormati dan menurutiku. Aku berhak memerintahmu” untuk membenarkan kesemena-menaan. Kalau tidak tahu malu, ya jangan bawa-bawa "Aku kan bukan orang jawa" untuk memenuhi keegoisan. Ada batasannya. Garis batas yang begitu tipis.

2020: Penutup

Everyone carries their own burdens. Aku pikir bukan hanya aku, tapi semua orang juga merasakan, bahwa tahun ini adalah tahun yang cukup sulit. Setiap orang berusaha sangat keras dengan kemampuannya masing-masing untuk tetap hidup dan bernafas.  Aku ingin bercerita. Membagi kisah. Membagi beban. Tapi aku pikir aku tidak pantas mengeluh pada orang lain ketika orang lain juga memiliki kisah dan beban. Aku mencoba menahan diri agar tidak mengeluh, karena semua orang juga memiliki keluhannya masing-masing, bahkan lebih berat daripada milikku.  Aku pikir aku adalah orang yang mampu bertahan dengan sangat baik. Aku pikir aku adalah orang yang cukup lihai untuk beradaptasi dengan keadaan sulit. Aku pikir aku akan baik-baik saja. Ternyata tidak. Aku tidak baik-baik saja. Cukup banyak aku menangis, sampai kering air mataku. Aku pikir setelah tangisanku berhenti, aku akan kembali baik-baik saja.  Tapi ternyata tidak.  Aku sudah berteriak penuh amarah, sampai kering tenggorokank...

no, you're not alone

The problem is you wanna be alone, but you don’t wanna be lonely. Ada saat-saat dimana aku ingin menarik diri dari kehidupan sosial yang penuh dengan kepalsuan, lalu memilih menghabiskan waktu seorang diri. Bersenang-senang dengan dunia fantasiku sendiri lebih membahagiakan daripada harus mengenakan topeng dan berpura-pura ramah kepada semua orang. Tetapi di saat itu pula aku ingin ada seseorang yang mendekatiku dan bertanya, “ada apa?” “kamu kenapa? Sini cerita” kepadaku yang skeptis dan overthinker ini. Tentu saja aku tidak akan langsung serta-merta menceritakan semua yang mengganggu dan memenuhi pikiranku. Tentu saja pula aku akan menjawab “aku tidak apa-apa” kepada seseorang yang telah merelakan detik berharganya untuk bertanya bagaimana keadaanku. Ketika sekolah menengah pertama, aku mengenal seseorang. Selama tiga tahun berturut-turut kami ada di kelas yang sama. Aku bahkan menangis haru ketika upacara pelantikannya sebagai ketua OSIS saat...