Skip to main content

antisosial



Aku masih mengalami kesulitan untuk memahami kebiasaan, kepribadian dan bagaimana diriku sebenarnya. Seharusnya saat ini bukanlah masa untuk mencari jati diri. Bukan umurnya. Aku sudah memasuki umur dimana banyak teman-teman sebayaku sudah menemukan pekerjaan, menemukan pasangan hidupnya, sudah bebas finasialnya. Tapi kenapa pada umur ini aku masih merasa aku masih dalam proses pencarian jati diri, ya. 
笑しいだよね。

Sempat aku tulis pada beberapa tulisanku sebelum ini, bahwa aku adalah seorang med-sos addict, hampir semua akun SNS aku punya. Dan hampir setiap hari aku menghabiskan waktu mengembara di dunia maya. Mencari arti hidup, mencari secercah semangat, mencari dan mencari. Tetapi, akhir-akhir ini aku menjadi terganggu oleh teman-temanku sendiri. Apa yang mereka tulis, apa yang mereka unggah, apa yang mereka katakan, aku lelah mengetahuinya. Aku jijik. Aku benci. Tidak, bukan pada mereka, tapi pada diriku sendiri. Kenapa tidak ada pencapaian membanggakan yang bisa aku capai? Hidupku terlalu datar, terlalu tidak menarik, terlalu polos untuk ditunjukkan pada dunia. なんかつまらないと思ってた。

Hidupku sangat membosankan. 

最近一番楽しい時間は文化研究で日本語の勉強する時だけ。日本人と会ったり、会話をしたり、食べ物を食べたり、色々なことをしたりするのは楽しいだ。

Aku menjadi tidak peduli dengan urusan orang lain yang tidak menarik perhatianku.

Maka kemudian aku mulai menarik diri dari beberapa media sosial. Aku mendeaktifasi akun Instagram. Menghapus akun soundcloud. Mengganti username twitter menjadi anonim kemudian mulai menulis menggunakan Bahasa Jepang. Tidak pernah membuka chat di akun line. Menghapus semua kontak (kecuali anggota keluarga) di handphone. Mematikan fitur last seen dan notifikasi read. Tidak menghubungi kawan-kawan lama dengan sengaja. Menjadi silent reader.

Menarik diri dari semua aktivitas media sosial. Tapi aku tidak bisa menghapus akun twitter dan blogger ini. Karena ini satu-satunya tempat aku menumpahkan semua serangga-serangga busuk yang bersarang di dalam kepalaku. Aku hanya secara rutin mengganti username twitter dan mengubah alamat bloggernya, berharap tidak ada yang menyadari sehingga mengira aku telah menghapus akun bloggerku.

Awalnya aku sedikit tertekan dengan tindakan agresifku ini, beberapa kali aku ingin ikut join dalam obrolan chat teman-teman kkn misalnya. Tapi kemudian aku menahan diri untuk tidak melakukannya. Aku menjadi agak sedih viewers blogku menjadi 0. Notifikasi handphoneku sepi, hanya berbunyi saat ada pemberitahuan gempa dari BMKG atau notifikasi dari fanbase idola di twitter. Sisanya hampa. 最初は難しかったけど、続けるのはだんだんに慣れる。ちょっと寂しいけど、大丈夫。Selanjutnya aku hanya, “oh sori jarang buka line, aku pakai wasap”, ketika ada yang mengirim chat via line kepadaku dan bertanya kenapa aku tidak membaca chat darinya, dan “oh sori aku pakainya line,” ketika ada yang mengirim chat via wasap kepadaku dan bertanya kenapa aku tidak membaca chat darinya. Intinya, aku memang tidak membacanya dengan sengaja.

Setelah kalian mungkin secara tidak sengaja menemukan tulisanku ini, mengetahui aku telah menghapus semua kontak dari handphoneku, menghindari chat dari kalian (langsung menghapus tanpa membacanya), secara sengaja lari dari kalian, apakah kalian marah? It’s okay, marahlah, maki-makilah aku, aku tidak akan mencegah. Aku tidak berhak untuk itu. Kalaupun aku berhak, aku tetap tidak akan melakukannya. Maafkan aku yang labil ini, tapi aku tidak menyesal.

Aku adalah seorang certified double-face. Bukan aku yang mengatakan itu, tapi teman-temanku. Mereka takut kepadaku yang “selalu mengiyakan, yang selalu ramah dan tertawa, yang selalu supel dan banyak bicara”, walau sebenarnya aku orang yang “menolak, dingin dan tidak peduli”. Menurut mereka, aku begitu mengagumkan karena bisa berteman dengan siapa saja, dengan orang yang paling menyebalkan sekalipun, tanpa menunjukkan raut muka kesal, walaupun sebenarnya aku kesal menghadapinya.

Aku tidak bangga. Aku hanya berpikir, benarkah? Aku tidak tahu.

Satu hal yang saat ini benar-benar 100% aku sadari. Tidak ada yang benar-benar baik, tidak ada yang benar-benar buruk, tidak ada yang benar-benar peduli, tidak ada yang benar-benar teman, semuanya hanya sandiwara.

Comments

Popular posts from this blog

canggung

Ternyata adanya jarak dan waktu yang mengisi kekosongan bisa menciptakan emosi yang dinamakan canggung. Aku sebenernya nggak tau sih, apakah canggung ini bisa dikategorikan sebagai bentuk emosi. Tapi ya, menurutku termasuk, karena melibatkan perasaan dan pemikiran. Hati dan otak turut serta dalam membentuk suasana ini. Aku pernah punya teman-teman akrab. Akrab sekali. Sampai semua hal aku ceritakan. Sampai tidak ada hal yang terlewatkan untuk aku sampaikan. Akrab sekali sampai hampir selalu bersama. Tapi kemudian terpisah dan berakhir canggung ketika akhirnya bertemu kembali. Jarak yang membentang mengisi kekosongan dan muncullah rasa itu. Canggung. Dulu, sih, inner circle. Sekarang?  Mohon maaf. あのう、すみませんが、今ちょっと…。 違うよ! Aku tidak menyalahkan jarak. Karena jarak sebenarnya tidak akan berarti jika diisi dengan komunikasi yang baik. Tapi aku tidak pandai menjaga komunikasi. Satu per satu teman akrab berakhir menjadi teman yang pernah akrab. Kalo lagi senggang aja bar...

semua akan ada waktunya

When you feel exhausted, don't hold back, it's okay to be down -orange- Sedang musimnya tertekan dan depresi melihat teman-teman seangkatan satu per satu mulai menyelesaikan kewajibannya di kampus. Sedang musimnya iri melihat raut bahagia teman-teman yang berhasil menanggalkan status mahasiswanya. Sedang musimnya mengeluh dan sambat karena penelitian dan skripsi belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Sedang musimnya muak akan pertanyaan "semester berapa" "kapan sidang" "kapan wisuda"

Rangga Adriatmoko

Cause as long as you keep it as a secret, it’s gonna be okay... Aku melihatmu mengenakan kemeja bermotif kotak-kotak dengan perpaduan warna merah-hitam-putih, celana jeans hitam serta sepatu kets putih dan menenteng sebuah gitar listrik. Sepertinya, kamu sedang bersiap-siap untuk naik ke atas panggung.  Aku terpaku.  Ah, kamu tampak begitu tampan.  Kau tampaknya memang bukanlah sosok yang pantas untuk diabaikan. Dan aku, tak sedikitpun mengalihkan padanganku ke arah lain selain ke arahmu. Tak peduli seramai apa suasana disini, yang aku ingin hanyalah memandangmu.  Iya, cukup kamu. Tepuk tangan riuh mengakhiri penampilanmu yang memukau itu. Semua penonton bersorak-sorai meneriakkan namamu. Dari atas panggung itu, kulihat kamu tersenyum, tersenyum manis sekali. Aku menatapmu lama.  Pikiranku sepenuhnya tersedot oleh asa tentangmu.  Aku terhipnotis.  Kamu tahu, bagiku, tak ada yang lebih indah dibandingkan dengan ini. Bahkan hingga kamu meletakkan gitarm...