Skip to main content

助けて

seandainya ada orang yang mampu membaca ingatan. seandainya ada orang yang mampu membaca pikiran. kira-kira bagaimana ingatan dan pikiranku akan terbaca nantinya.
ingatan seperti apakah. 
pikiran seperti apakah. 
bahagia kah. menyedihkan kah.
aku bertanya-tanya. 



tidak.
tidak harus orang lain yang mampu. aku sendiripun tidak apa-apa.

aku ada di duniaku sendiri. aku tidak mengijinkan siapapun masuk. bahkan untuk mengetuk pintunya pun aku tidak memperbolehkan.

ada begitu banyak pertanyaan yang aku ingin ketahui.
aku mencoba mencarinya.
aku mencoba menjawabnya.

tidak.
aku takut.
aku tidak percaya diri.
aku tidak ingin mendengar jawabannya.

aku tahu aku harus berani dan mencoba.
aku berusaha keras untuk itu.
tapi bagaimana.
harus seperti apa. 
jalan yang mana.

sering aku bertanya-tanya.
mengapa sampai saat ini aku masih saja mengalami ketakutan-ketakutan semu. terus-menerus merasa tidak aman karena hal yang bahkan tidak ada.

aku terus meyakinkan diriku jika itu semua hanya sekedar skenario buruk buatan kepalaku. tapi. semakin aku meyakinkan diriku, semakin aku menjadi tidak yakin.

aku selalu bertanya-tanya.
sudahkah aku bahagia.
sudahkah aku memenuhi ekspektasiku pada diriku sendiri.
sudahkah aku menjadi seperti yang orang lain harapkan terhadap diriku.
kecewa kah mereka.
bangga kah mereka.
kecewa kah aku.
bangga kah aku. terhadap diriku ini.

lalu, 
seperti apa aku di masa depan nanti?
akan menyesalkah aku?
atau akan tersenyumkah aku?


sepertinya benar, masalah yang sebenarnya memang ada padaku. orang lain tidak salah. dunia ini tidak salah. 
hanya aku. 
aku yang salah.


Comments

Popular posts from this blog

ingin berhenti

Tulisan pertama di tahun 2020 berisikan tentang luapan amarah yang tidak pernah tersampaikan kepada yang bersangkutan, tentang harapan yang entah kapan akan terwujudkan, tentang keputusasaan dan ketidakpercayaan diri yang terakumulasi dengan sangat baik. Aku marah kepada dunia. Aku marah kepada diriku sendiri. Kenapa sih manusia selalu SARA. Lemah lalu menyalahkan gender. Umur lantas menentukan bagaimana bersikap. Dan lain-lain.. Kalau lemah, ya lemah aja. Jangan bawa-bawa “aku kan cewek” untuk membenarkan ketidakberdayaan. Kalau memang enggan, ya bilang tidak mau, jangan bawa-bawa “bukan umurku melakukan ini”. Kalau tidak tahu diri, ya jangan bawa-bawa “aku sudah tua, kamu harus menghormati dan menurutiku. Aku berhak memerintahmu” untuk membenarkan kesemena-menaan. Kalau tidak tahu malu, ya jangan bawa-bawa "Aku kan bukan orang jawa" untuk memenuhi keegoisan. Ada batasannya. Garis batas yang begitu tipis.

2020: Penutup

Everyone carries their own burdens. Aku pikir bukan hanya aku, tapi semua orang juga merasakan, bahwa tahun ini adalah tahun yang cukup sulit. Setiap orang berusaha sangat keras dengan kemampuannya masing-masing untuk tetap hidup dan bernafas.  Aku ingin bercerita. Membagi kisah. Membagi beban. Tapi aku pikir aku tidak pantas mengeluh pada orang lain ketika orang lain juga memiliki kisah dan beban. Aku mencoba menahan diri agar tidak mengeluh, karena semua orang juga memiliki keluhannya masing-masing, bahkan lebih berat daripada milikku.  Aku pikir aku adalah orang yang mampu bertahan dengan sangat baik. Aku pikir aku adalah orang yang cukup lihai untuk beradaptasi dengan keadaan sulit. Aku pikir aku akan baik-baik saja. Ternyata tidak. Aku tidak baik-baik saja. Cukup banyak aku menangis, sampai kering air mataku. Aku pikir setelah tangisanku berhenti, aku akan kembali baik-baik saja.  Tapi ternyata tidak.  Aku sudah berteriak penuh amarah, sampai kering tenggorokank...

no, you're not alone

The problem is you wanna be alone, but you don’t wanna be lonely. Ada saat-saat dimana aku ingin menarik diri dari kehidupan sosial yang penuh dengan kepalsuan, lalu memilih menghabiskan waktu seorang diri. Bersenang-senang dengan dunia fantasiku sendiri lebih membahagiakan daripada harus mengenakan topeng dan berpura-pura ramah kepada semua orang. Tetapi di saat itu pula aku ingin ada seseorang yang mendekatiku dan bertanya, “ada apa?” “kamu kenapa? Sini cerita” kepadaku yang skeptis dan overthinker ini. Tentu saja aku tidak akan langsung serta-merta menceritakan semua yang mengganggu dan memenuhi pikiranku. Tentu saja pula aku akan menjawab “aku tidak apa-apa” kepada seseorang yang telah merelakan detik berharganya untuk bertanya bagaimana keadaanku. Ketika sekolah menengah pertama, aku mengenal seseorang. Selama tiga tahun berturut-turut kami ada di kelas yang sama. Aku bahkan menangis haru ketika upacara pelantikannya sebagai ketua OSIS saat...