Skip to main content

anak kecil yang menangis karena ingin diberi permen

Kadang aku suka capek. Suka lelah. Suka penat. Sama diriku sendiri. Kadang juga aku suka kecewa sama diriku sendiri. Karena aku tau aku ini mengecewakan, tapi aku masih suka berlari untuk mencari pembenaran. Pembenaran atas semua hal yang sudah aku kecewakan.

Suka bilang "aku pengen sendiri", tapi bahkan aku tidak pernah suka dengan kesendirian itu sendiri. Suka bilang "kita jalan kaki kesana yuk!", karena lagi penat dan banyak pikiran walaupun kebanyakan mereka yang diajak selalu menolak dan bilang, "mau ngapain? Capek. Kamu kaya kurang kerjaan aja".






Suka sengaja hilang, sengaja lari. Cuma untuk tau apakah akan ada yang peduli dan merelakan waktunya untuk pergi mencari.
Suka diam setiap ada sesuatu, sampai ada yang duduk di sampingku dan bertanya, "kamu ada apa? Ayo cerita".

Mereka bilang cara berjalanku selalu lambat dan terkesan tidak niat. Dan aku selalu mengelak dan berbohong bahwa aku suka mengamati sekitar. Mungkin tidak sepenuhnya berbohong. Karena memang ada kalanya benar demikian. Kadang aku berjalan sambil berpikir akan banyak hal. Berjalan sambil melamunkan banyak hal. Namun kebanyakan aku melakukan itu untuk mengetahui apakah ada salah satu dari mereka, (atau jika beruntung mereka semua), yang berjalan lebih cepat di depanku, akan menoleh ke belakang dan bukan hanya sekedar berseru agar jalanku lebih cepat, tetapi juga berbalik ke arahku dan berjalan di sampingku, menemaniku.

Sesederhana anak kecil yang pura-pura menangis agar diberi permen atau coklat.

Sesederhana itu.


Kekanak-kanakan memang. Tapi semuanya memang sesederhana itu.

"Sebagaimana aku seorang manusia yang punya batasan. Karena sabarku juga punya batasan. Dangkal atau dalam. Dan intinya kalo kamunya ndak mau berubah, dan hanya mengandalkan sabarku tok, ya capek abang, dek."

Dan karena beginilah aku, dan itu membuatku takut. Aku takut aku tidak bisa mengimbangimu. Aku takut aku tidak mampu menjadi seperti yang kamu harapkan. Aku takut aku mengecewakanmu selayaknya aku mengecewakan mereka semua.

Dan lebih dari itu, aku takut aku terlalu menguji kesabaranmu, sayang....

Comments

  1. Sabar tidak memiliki batasan, manusianya sendirilah yang memberikan batasan terhadapnya.
    Kekanak-kanakan tidak salah. Hanya saja, jika sudah berada didalam fase yang seharusnya dewasa, manusia seharusnya bisa menempatkan dirinya kapan menjadi kekanak-kanakan dan kapan menjadi dewasa.
    Ketakutan dapat melahirkan.... eum, apa ya ?? sebut saja 'sesuatu yang buruk'. Sesuatu yang negatif akan melahirkan yang negatif juga. hukum matematika tidak selamanya terjadi dalam kehidupan. Berpikirlah positif, bangkit dan berusaha yang terbaik dengan pemikiran positif yang sudah di 'paku' di otak. Jangan pernah takut salah namun jika bersalah akui.

    Sekian saran dari pikiran gila saya, tetaplah menulis dan menjalani hidup seperti seharusnya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

そして、生きる

di pagi buta ini aku kembali membaca tulisan yang aku buat pada bulan Desember tahun 2014. dimana Rangga bilang, aku adalah anak yang gigih, karena selalu melakukan sesuatu yang disukai dengan 1000% usaha. Rangga adalah awal.  Pemilik Nirmala adalah proses.  dan aku akan menentukan akhirnya. Philip Dormer Stanhope, Earl of Chesterfield once said,   "It's important to have the ability to distinguish between impossible and possible..." melepaskan dan merelakan bukan berarti kegagalan. melepaskan dan merelakan juga bagian dari belajar. keberanian memang dibutuhkan untuk tetap bertahan. hanya orang-orang gigih dan penuh tekad yang mampu bertahan. tapi keberanian juga dibutuhkan ketika merelakan dan bergerak maju.  tidak mudah untuk memutuskan mengambil satu dua langkah ke depan dari tempat awal bertahan. terutama ketika ada begitu banyak perjuangan dan usaha yang dikerahkan untuk sampai di tempat itu. ada kalanya kita harus menyadari kapan waktunya untuk bertahan dan kap...

untuk Dany di surga

ini sudah hampir seminggu setelah kepergianmu... takkan selamanya, tanganku mendekapmu. takkan selamanya, raga ini menjagamu. Seperti alunan detak jantungku, tak bertahan melawan waktu dan semua keindahan yang memudar atau cinta yang telah hilang... lagu ini.. lagu yang dimainin pas Kirana kemaren. Waktu semuanya belum berubah. Waktu aku masih bisa ngeliat kamu ketawa. You’re gone too soon dan... Rest In Peace Dany Candra Kurniawan.  “Mas Dany kecelakaan mbak pulang dari Kirana kemaren. Meninggal.....” DANY? Kamu beneran udah meninggal? Aku nggak percaya. Aku nggak mau percaya. Bilang kalo mereka semua bohong soal kamu Dan! Bilang ke aku itu semua cuma bohong! Kamu masih sehat kan? Kamu besok masuk sekolah kan? Kirana kemaren kamu masih ngobrol sama aku. Kamu masih minta difoto sama aku. Kok secepet ini? Aku nggak percaya. Aku belum mau percaya. Tolong bilang kalo semua ini bohong... Nanti nggak ada yang bilang, “aku kan kereeeen” lagi di kelas. Nggak...

pulang ke rumah

Rumah? Sebenernya apasih yang bisa disebut rumah itu. Bangunan beratap dengan kasur bantal dan guling di dalamnya? Atau apa? Sebenernya apa yang bisa dan layak aku sebut sebagai rumah? Kriteria apa yang memenuhi untuk kemudian bisa disebut rumah. Dan ketika aku bilang, “I wanna go home,” sebenernya ‘home’ seperti apa yang ingin aku tuju? Walaupun aku masih belum mampu menjawab pertanyaan yang aku ajukan sendiri, aku rasa tidak semua tempat bisa disebut rumah, dan tidak semua tempat akan terasa seperti rumah. Dan aku pikir, kalian juga setuju. Masafin bilang, aku selalu susah buat diajak kumpul, merapat menuju keramaian dan gelak tawa. Masafin bilang aku ngga pernah berubah. Selalu aja bermasalah setiap ada kumpul-kumpul. Dia bilang aku selalu malas bersosialisasi, aku tidak mau hidup di luar duniaku, aku tidak mau berinteraksi selain dengan duniaku. Aku juga tidak tahu. Tidak tahu mungkin memang bukan jawaban yang diinginkan ketika ada pertanyaan. Tapi sejauh ini, a...